Surat Cinta untuk Laman Web Pribadi


Saya mengenal internet dari sebuah warung internet dekat rumah sekitar awal tahun 2000-an. Dari searching tentang anime dan manga yang waktu itu sedang dibaca, perjalanan saya berlanjut ke tempat-tempat unik di mana sang pemilik mengekspresikan dirinya—laman web pribadi, atau personal website.

Waktu itu, personal website bukanlah seperti sekarang. Sekarang, laman web personal terkesan lebih steril dan profesional. Sang pemilik memperkenalkan diri, menyimpan portofolio pekerjaan, dan membangun personal branding untuk keperluan profesionalnya.

Sebelum ada media sosial, laman web-lah yang paling mendekati media sosial di internet. Untuk mengakses laman web personal, semua orang harus “mencari”. Tidak ada for you page di mana semua konten disodorkan dan disuapkan untuk pengguna.

Pertemuan dengan laman web seseorang seringnya terjadi ketika kita sedang mencari sesuatu di mesin pencari, itu pun tidak sengaja. Tidak ada Search Engine Optimization, apalagi sengaja memasang iklan untuk memancing pengunjung.

Alih-alih berlomba menjadi nomor satu, orang-orang saling menemukan lewat tautan yang dipasang di laman web masing-masing atau buku tamu pengunjung. Sama seperti blogroll, website personal saling terhubung lewat tautan yang berbentuk web button. Sang pemilik bisa memasang button web lain karena dia berteman dengan pemilik laman web tersebut, bisa juga karena menyukai laman webnya.

Menemukan link yang menarik terasa seperti mendapatkan harta karun. Saya paling senang ketika bertemu dengan satu pemilik web keren dengan circle yang sama kerennya—mengeksplor jadi sangat menyenangkan.

Dengan kehadiran media sosial, laman personal nyaris tidak lagi dibutuhkan—pun media sosial menghubungkan lebih cepat, dengan fasilitas yang lebih memudahkan daripada laman web yang membutuhkan keahlian khusus.

Setelah mencoba berhenti ngeblog dan ujungnya balik lagi, dengan hubungan yang putus-nyambung selama belasan tahun (well, since 2005!) akhirnya saya menyadari kalau kultur web personal dan blog-lah yang benar-benar saya sukai. Saya suka menulis untuk hiburan diri sendiri, saya juga suka “pamer”, tapi dengan cara dan struktur yang saya sukai.

Hal-hal inilah yang membuat saya memutuskan untuk merombak blog pribadi menjadi semacam website, dengan halaman-halaman tambahannya.

Sebuah Rumah di Internet

I 💔 Social Media by Di



Laman web sama seperti rumah di kehidupan nyata. Cara kita menyusunnya dan menyajikannya akan mengikuti gaya hidup dan minat. Tidak terikat konten, apa saja bisa ditampilkan: mulai dari yang sangat pribadi sampai yang sangat trivial. Mengatur ruangan atau halaman lebih menyenangkan karena kita tidak dibatasi siapa pun.

Berbeda dengan sekarang, personal website saat itu tidak mengenal branding. Tidak perlu pakai kaidah-kaidah desain web, yang penting apa yang ingin dipajang dan disampaikan terpenuhi.

Hirarki halaman pun bisa suka-suka pemilik. Ada yang suka membeberkan segalanya di halaman muka, ada juga yang menuntut kita menjelajah sampai ke halaman ke-sekian untuk mendapatkan yang dicari.

Walaupun sekarang laman personal lebih sering digunakan sebagai sarana profesional dan bisnis, persona pribadi itu masih bisa tampil—dari tampilan, dari cara mengorganisir.

Sebagai bagian dari laman web pribadi, blog juga menyenangkan untuk dilihat. Karena itu, saya senang mampir ke blog teman-teman lewat laptop, semata-mata hanya karena ingin melihat desainnya secara “penuh”, dan melihat karakter tampilan blog masing-masing.

Saya juga memperlakukan laman web saya saat ini sebagai sebuah rumah. Apa pun media sosialnya, pusat kunjungan utamanya adalah laman web.

Lepas dari Kungkungan Media Sosial

dari the modern internet sucks

Di Instagram, kita hanya bisa memposting foto atau video. Di TikTok pun sama; satu post, satu topik. Sementara di X (Twitter), maksimal karakter dibatasi per post, kecuali kita membayar. Memecah-mecah tulisan panjang menjadi sekian post adalah sebuah keharusan.

Kurasi for you page membuat kita “terikat” pada tren media sosial. Bukan sekali-dua kali saya batal mengunggah sesuatu karena perasaan tidak pede dan tidak nyaman. Secara tidak langsung, rasanya konten yang saya buat diatur oleh lalu lintas linimasa yang saya akses begitu membuka media sosial tersebut.

Ketika saya menggunakan laman web pribadi atau blog, hanya ada saya sendiri di dashboard. Hal itu sedikit banyak menghilangkan rasa “ah, jangan post di sini”. Karena halaman itu murni milik kita dan kita bebas memasukkan konten apa saja.

Saya juga merasa kalau media sosial cenderung mengarah ke mengonsumsi konten alih-alih membuat konten. Berkat algoritma for you page, begitu membuka aplikasi, kita langsung dipampang dengan berbagai konten untuk ditonton dan dibaca, lengkap dengan infinite scrolling. Tiga puluh menit bisa berlalu tanpa melakukan apa pun.

Jelas, karena tujuan utama (perusahaan) media sosial adalah untuk mengeruk keuntungan. Dengan bertambahnya konsumsi konten oleh pengguna, akan bertambah juga keuntungan mereka.

Saat berhadapan dengan dashboard blog atau laman web, kita hanya dihadapkan konten. Hal ini sangat berpengaruh untuk saya, yang orangnya mudah terdistraksi. Tulis, post, selesai, tanpa harus terpengaruh apa-apa. Tidak ada tujuan lain selain untuk mengekspresikan diri. (tentu saja, pengalaman ini berbeda bila laman web pribadi memang ditujukan untuk mencari keuntungan).

Kurasi Otentik oleh Manusia


Optimalisasi AI sudah dilakukan sebelum ChatGPT booming. Tapi kayaknya bener-bener berasa tuh ketika AI muncul. Semua hal bisa diotomatisasi—tahun 2023 X (Twitter) mencatat pertumbuhan bot paling banyak. Apalagi sejak akun X bisa dimonetisasi. Di setiap post viral centang biru, di bawahnya akan berderet komentar dari akun centang biru juga, dengan kalimat yang tampak terstruktur dan rapi, tapi tidak punya personality.

Memang, blog dan laman web juga tidak lepas dari bot dan AI—bahkan sudah lebih dulu, sebelum ada ChatGPT. Kalau berselancar di browser alias peramban, nemu saja blog yang isinya semua konten serapan, atau hasil scraping dari blog-blog lain. Ditambah AI sekarang, kalimat-kalimatnya sudah semakin “manusiawi”, tapi tetap saja ada bedanya dibandingkan artikel yang ditulis manusia.

Laman web personal, setelah melepaskan diri dari deretan konten bot dan AI di media sosial, adalah tempat ekspresi otentik. Seseorang yang suka buku, misalnya, akan menempatkan ulasan-ulasan buku sebagai konten utama. Kalau orangnya suka belanja kayak saya (haha), saya punya halaman shop yang berisi deretan belanjaan favorit. Saya juga menggunakan halaman indeks yang saya susun sendiri; berisi deretan artikel yang saya suka dan ingin saya pamerkan pada dunia.

Pengalaman dan ekspresi manusia selamanya tidak akan bisa direplikasi oleh bot. Sebagus apa pun tulisan AI, ketiadaan pengalaman dan ekspresi pribadi hanya akan membuat tulisan tersebut menjadi tulisan kosong. Karena itu, saya yakin AI tidak akan bisa mengalahkan manusia—setidaknya untuk sekarang. Tulisan otentik dan halaman web otentik akan memiliki faktor menarik tersendiri. That’s what makes me still write in this blog, too.

Setelah Twitter meltdown yang apparently melarang kita untuk mempromosikan social network lain, people are talking about personal websites and I got interested with indie web developers. Dari situ, saya menemukan kumpulan website personal yang merupakan revival dari masa keemasan laman web. Semua dibuat sendiri, dengan tangan, dengan ciri khas masing-masing.

Untuk mengelola website sekaliber itu, sudah tentu saya tidak memiliki sumber daya dan waktu, tapi saya sering mengunjungi mereka untuk untuk mendapatkan inspirasi dari waktu ke waktu.

Beberapa halaman favorit
ita.toys // cinni.net // aegi // swirl // frump.zone // mani

Gentlesunday, dari Blog Menjadi Website


Blog yang sedang teman-teman baca ini adalah bagian dari laman web utama sebagai payungnya. Memang sederhana, karena saya sebisa mungkin mengutilisasi layanan gratis yang lebih sustainable untuk saya. Tadinya ingin menggunakan full wordpress, tapi saya berpikir, apa jadinya kalau saya tidak punya biaya untuk memberi makan hosting-nya?

Biaya laman web ber-hosting akan lebih mahal, tentu saja. Selain itu, maintenance-nya pun cenderung lebih kompleks—terlepas sekarang sudah banyak metode mengelola laman web dengan cara sederhana.

Sebagai orang yang menggunakan web dan blogging untuk hobi, kalau terjadi apa-apa dengan finansial saya, biaya hobi adalah yang akan dipangkas paling pertama. Kalau domain, Insyaa Allah masih bisa saya cover tanpa harus mikir. Karena itu akhirnya saya memutuskan tetap menggunakan layanan gratis, dengan segala keterbatasan.

Laman web home menggunakan Google Sites. Karena layanan google sites tidak bisa pakai naked domain, akhirnya saya tetap mengarahkan gentlesunday.com ke laman blog. Tidak ada catatan trafik, jadi saya juga tidak tahu statistik pengunjung yang datang. Cocok untuk laman web personal karena memang nggak butuh-butuh amat. Desainnya yang terbatas juga membuat saya terfokus pada menampilkan konten, dan bukan otak-atik tampilan.

Home.gentlesunday.com , seperti sudah saya jabarkan di atas, adalah perwujudan rumah online saya. Menu bar-nya sudah terkurasi dengan yang saya mau, meskipun isinya masih pada under construction. Nevertheless, I’m happy with the result — sebuah rumah online, menampilkan hal-hal yang saya sukai dan mau saya pamerin, hehehe. Memang sih saya nggak bisa bikin website yang elaborate dan lengkap dengan berbagai hiasan, tapi ini sudah lebih cukup.

Lucu juga mengapa saya jadi pindah ke metode blog-slash-personal-website ini, karena sebelumnya saya bertahun-tahun mencoba menulis untuk orang lain. Untuk jadi expert. Untuk menulis dengan kaidah marketing dan membuat majalah. Saat ini saya mungkin belum bisa membuat “majalah” untuk orang lain, tapi saya membuat tempat di mana saya bisa menjadi diri saya sendiri tanpa harus memisahkan berbagai persona.

Semoga seiring dengan bertambahnya konten di sini (semoga awet juga), di kemudian hari, saya akan punya koleksi dan arsip online tentang hal-hal yang saya lakukan dan sukai, yang akan menyenangkan untuk dilihat lagi di masa tua.

enjoy the web surfing,

Mega

if you love my writings, consider sign-up for my email newsletter to get monthly recap and more. 💛

Komentar

  1. from blog to personal website.. hoooo
    aku juga suka kepikiran beli domain name dan hostingnya sekalian, ya setidaknya kalo .com terlihat lebih serius ya meski ampe detik ini dianarikasari tetep pake .blogspot.com, tapi tetep... dot com juga yg aku ingin (kalo ada budgetnya)

    aku baru tahu lho kalo link untuk landing pagenya adalah home.gentlesunday.com karena biasanya aku suka ke gentlesunday.com aja :D

    menarik, sangat menarique!

    anyway, seringkali aku pengen bikin blog post sepanjang ini tapi bisa tetep bikin orang tamat baca tanpa merasa berat. tapi apa daya, everytime i write a long blog post (yang spontan tanpa kerangka), biasanya awalnya A, berakhir Z, ga jelas..

    that's why i love having pictures in every of my blog post, seperti navigator yang bikin tulisan ga random banget. Kalopun tulisannya ga menarik dibaca, masih ada foto yang bisa dilihat, hehe..

    Sekali lagi, menarique!

    BalasHapus
    Balasan
    1. selama aku hiatus nge-blog, IndieWeb movement ini yang keeps me thinking, I want to go back... tadinya pengen tinkering website sendiri aja, tapi ternyata tetep model blog yang paling cocok buatku (karena ada faktor sosial medianya juga yaa).

      Hihihihi wajar banget kalo gak sadar, soalnya emang biasanya orang kan langsung ke landing page. udah berusaha ngubah landing pagenya gak bisa-bisa, ternyata karena google sites emang gak bisa pake domain polosan. owalahhh :___D. karena kebutuhanku buat personal, sebenernya pake blogspot.com juga aman banget, tapi aku putusin tetep pake domain supaya bisa satu payung dengan "ruangan" lain yang aku punya. ha ha ha...

      yang penting aku tetep bisa mengembangkan hobi kecil di akhir minggu ini, main-main sama halaman di internet, entah apa isinya, entah siapa yang lihat. akhir-akhir ini, this is what makes me happy di antara kesibukan yang makin menggunung :')

      eniweee kang ady aku jg kalo bikin blogpost gini pasti lamaa ahaha. ini keknya dua minggu lebih kali ya. selalu mulai dari kerangka dulu. sebenernya kang ady kan jago nulis pendek2 nih, dan udah banyak juga koleksinya. kalau diambil benang merahnya, pasti ketemu deh bahan-bahan yang bisa dibikin tulisan panjang. cuma ya itu, emang harus menahan diri supaya nggak keluar kemana-mana. pasti endingnya banyak tulisan yang dipangkas. (yang mana buat saya juga susah hihihi).

      Hapus
  2. WAITTTT!! website yang Kak Mega share kenapa keren-keren semua?! berasa Friendster dan Tumblr vibes banget apalagi dengan music player dan cursor sparkling-sparkling😭 aku ingat akunku dulu di Tumblr pakai music player dan cursor sparkling-sparkling juga, feel nostalgic banget lihat website yang Kak Mega share 😭. Kak Mega selalu hadir membawa sesuatu yang baru ke blogosphere ini dan I'm so glad that you are back, Kak!! personal web Kak Mega ini udah oke banget, aku suka dengan segala konten-konten yang ada 😭. semoga bisa segera beres constructionnya!! apakah next akan ada music player dan mouse sparkling juga di sini? 🤣 should I bring them back to my current blog too(?)

    BalasHapus
    Balasan
    1. cakep-cakep kan!! kalo bikin yang se-cakep itu jelas aku gak bisa, tapi beneran ngeliat mereka tuh bikin aku terinspirasi dan tersemangati, kalo orang yang menekuni personal websites untuk hobi tuh masih ada dan banyak. everything are sparkling, kek keliatan banget ni orang sukanya apa dan pengen menampilkan diri dengan cara gimana. seneng bangettt liatnya :D

      I guess laman-laman webku sendiri ga akan berhenti under construction, karena akan selalu ada ide baru. nothing is a fixed thing dan menurutku itulah yang bikin halaman web kita istimewa ye gakk 🤣 LETSGO 2024 UNTUK BLOGGING YANG LEBIH MEJIK (apa itu mejik? ga jelas, pokoknya mejik aja!)

      Hapus
    2. agree!! aku nggak nyangka masih banyak orang yang menekuni personal web dan desainnya ciamik-ciamik sekali dengan khasnya masing-masing 😭. buat bikin seperti itupun aku belum mampu karena PRnya kayak banyak sekali(?) berurusan dengan HTML code kayak udah males duluan bayanginnya padahal waktu dulu main TUMBLR bisa otak-atik HTML berjam-jam demi ngetweak theme 😂

      WKWKKW LESGOOO 2024 untuk blogging yang lebih mejik magical sparkly shimering splendid!! 🤣🤣

      Hapus
    3. wehhh keren banget bisa tweak theme tumblr. aku dulu pemakai gratisan HAHAHA... tapi sama sih, kenangan ngedit html berjam-jam itu pas FRIENDSTER dong bayangin,, tapi berkat itu semua kita punya pengetahuan html sekarang 🤣

      Hapus
  3. hahaha.... sparkling mouse? i guess you should, Li!!!

    tapi kalo music player, mungkin default-nya jangan langsung play ya, aku suka kaget, haha..

    BalasHapus
    Balasan
    1. sudah ditambah sparkling mousenya!! HAHAHA iseng banget akuhhh. untuk music player nanti dipikirkan dulu Kak 🤣 but noted! no auto play mode ya.

      Hapus
    2. AKU ABIS TERKEJUT DAN TERKAGUM-KAGUM... BENERAN DIPASANG DONG. Li dirimu membuatku semangat untuk menambahkan sesuatu yang sparkly ke homepage 🤣🤣🤣 tunggu aq 🤣🤣

      Hapus
    3. WKWK AYO KAK MEGA MARI BERGABUNG DENGAN CLUB SPARKLY 🤣 Ditunggu ya!!

      Hapus
    4. walopun kursor belum sparkly, home webku sekarang sudah fancy 🥳🥳

      Hapus
    5. KAK MEGA HOMEPAGENYA LUCU BANGET!! 😭😭😭😭 LUV ITTT SPARKLY SPARKLY YAY!

      Hapus
    6. duh. nanti aku jadi om om apakah kalo blogku juga sparkling mouse... ah, jadi penikmat aja deh, hahaha

      Hapus
  4. Well, karena tulisan ini pula akhirnya saya memutuskan buat bikin rumah baru lagi hahaha. Terima kasih insightnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haloooh selamat datang! Hahaha begitulah, buat saya blog masih dan akan jadi tempat ternyaman buat eksplorasi. Aktivisnya juga Insyaa Allah masih banyak walau memang jauhhh lebih kecil dari masa kejayaannya dulu. Semoga rumah barunya awet, of course will do blogwalk!! :D

      Hapus
  5. Saya suka desain web Gentle Sunday ini. Adapun artikel ini, tulisan yang sangat menarik. Gerakan Indieweb sepertinya menjadi tempat yang asyik dikunjungi di tengah kekosongan nuansa personal yang dirasakan ketika mengunjungi blog-blog karya AI (disamping media sosial yang terasa seperti walled garden).

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai Mas Iqbal, terima kasih sudah berkunjung!

      Sekarang saya lagi berusaha fokus mengonsumsi long-form content. Melihat IndieWeb juga bikin saya merasa, ke depannya, konten personal akan jadi "mahal" dan berharga. Karena seperti sudah saya tulis di atas, pengalaman nggak akan bisa direplikasi oleh AI.

      Setujuu, walled garden-nya media sosial itu juga yang sempet bikin saya galau pas mau rutin bikin konten di twitter hahaha. Daripada di twitter yang nggak jelas export-nya, akhirnya saya memilih fokus ke blog saja yang lebih universal.

      Hapus

Posting Komentar