6 Cara Membiasakan Diri Menabung (Menurut Orang yang Boros)

Menabung tidak harus membuat menderita. Namun biasanya sulit kalau sang penabung punya tendensi boros.
by yours truly. image sources: unsplash

Seperti yang sudah pernah saya ceritakan di post tentang budgeting, saya ini… boros!


Saya nggak mikir kalau mengeluarkan uang, terutama soal makanan. Sering sekali saya berpikir “ah, masih cukup deh”, padahal sudah di ambang cekak dan harus menahan diri.


Sebagian kebiasaan ini mungkin karena saya memang susah menahan hawa nafsu. Pun, masa kecil saya juga memang tidak mendapatkan pelajaran tentang uang yang baik dari orangtua.


(Trivia: Orangtua saya tidak pernah benar-benar mengajarkan soal uang—sampai SD, saya tidak berpikir kalau untuk mendapatkan sesuatu di warung kita harus membayar)


Baca Juga: Budgeting, Agar Pendapatan Tidak Habis di Tengah Bulan


Tetapi, saya sudah dewasa sekarang. Apa yang diajarkan orangtua saya tidak bisa dijadikan alasan ‘demek’-nya kondisi keuangan saya. Keborosan saya bukan karena ajaran orangtua, tapi saya-lah yang harus bisa mengontrol diri sendiri.


Setelah saya memiliki penghasilan, perlu beberapa tahun sampai saya bisa disiplin menabung. Pada awalnya saya malas menabung, dan beralasan wajar kalau uang habis karena dipakai memenuhi kebutuhan keluarga.


Keinginan saya terhadap reward juga tinggi. Kalau saya habis bayar tagihan A, saya beli sesuatu buat diri sendiri. Habis bayar biaya sekolah B, kasih reward lainnya. Murah sih, hanya coklat sebatang; tapi kalau terus-menerus, ya boncos juga kan tanpa jadi apa-apa.


Saya yakin banyak juga teman-teman yang punya masalah sama dengan saya (pede) (iya dong).


Menjadi generasi sandwich toh tidak menggugurkan kewajiban kita untuk menabung demi keselamatan di hari tua. Malah harus semangat nabungnya, karena saya tidak ingin mengulang apa yang terjadi ketika punya anak nanti.

Baca Juga: Money Game: Six Financial Lessons I Learned Through the Years


Maka dari pikiran itulah, saya malah jadi hobi menabung. Maka lumayan lah, saya bisa menyeimbangkan keborosan ini. Masih boros, tapi terukur.

Menabung tidak harus menunggu sampai punya uang banyak. Menabung justru awal dari membangun kekayaan.
Pexels; Karolina Grabowska

Lho, kok masih boros?


Iya betul. Boros di sini dalam artian saya masih nggak mau “menderita” demi bisa menabung. Saya masih menghibur diri now and then, dengan patokan yang sudah terukur, tentunya.


Jadi, ketika saya “bersenang-senang”, saya tetap tenang karena jatah tabungan sudah terpenuhi. Menabung tidak harus membuat kita menderita karena nggak bisa ~menikmati~ hasil jerih payah kok.


Disclaimer: Ini berlaku untuk yang penghasilannya/pendapatannya bisa covering basic needs, seperti sandang-pangan-papan yang layak, ya. Sebelum mengubah perspektif untuk menabung, evaluasi dulu keuangan secara keseluruhan, dan bila belum memenuhi, cari cara untuk menambah pendapatan atau melunasi hutang lebih dulu.

Kalau memang kalian adalah tipe yang live or die dan memilih hal lain sebagai tujuan utama di luar keamanan finansial saat ini, of course, you do you! Personal finance, sesuai namanya, adalah personal, dan yang ditulis di sini belum tentu sejalan dengan personal value masing-masing. 😁

Nonetheless, semoga cara-cara di bawah ini bisa bermanfaat bagi yang memerlukan.


Menabung itu harus ada tujuannya.


Buat saya yang boros, menyisihkan tabungan pada awalnya menyiksa. Kok, ada uang di rekening, tapi nggak bisa dipakai? Dalam kepala saya, uang itu harus digunakan untuk hal yang lebih bermanfaat.


Agar tidak tergoda dengan uang yang menganggur, memiliki tujuan dalam menabung itu wajib. Dengan adanya tujuan, uang memiliki “pekerjaan”. Tidak ada istilah uang nganggur, karena setiap rupiah punya tugasnya masing-masing.


Tentukan juga tabungan itu ditujukan untuk berapa lama, dan jumlahnya berapa. Kalau belum begitu jelas, gambaran kasar will do. Namun, semakin jelas tujuannya, akan semakin mudah menabungnya.


Ketika berpikir bahwa setiap nominal ada tujuannya, keinginan untuk menggunakan uang tersebut pun semakin berkurang.


Ubah perspektif: menabung untuk memudahkan diri di masa depan


Suami saya memiliki pandangan yang nyaris terbalik dengan saya soal uang.


Dia tidak bisa membayangkan menabung untuk kebutuhan sepuluh tahun mendatang, misalnya. Baginya lebih baik memanfaatkan uangnya untuk hal yang lebih bermanfaat dan hasilnya bisa langsung dilihat.


Tidak masalah kalau sudah terukur, namun lain kalau jumlah yang dipakai itu sebenarnya bisa dipakai untuk menabung di pos yang diperlukan. Kalau tidak melakukan budgeting, kecenderungan ini akan makin rawan.


(Dia punya keunggulan yang lebih dari saya di departemen lain: fokus dan kerja keras. Tapi saya cerita di waktu lain aja. Maaf ya Bang, sekarang topiknya ini dulu 🤣)


Ketika tergoda untuk menggunakan uang untuk hal lain—dan mengorbankan tabungan *in the process—*bisa dimulai dengan bertanya pada diri sendiri: apakah yang akan dibeli ini hanya bermanfaat untuk saat ini?


Bertanya ulang biasanya ampuh untuk saya. Hal ini saya lakukan hampir setiap akan membeli sesuatu: saat hendak memasukkan barang ke keranjang di supermarket, check-out barang di toko online, dan lain sebagainya. Mana yang lebih bermanfaat: ngemil sekarang atau uangnya untuk nambah-nambahin kepinginan beli laptop?


Contoh di atas adalah perdebatan nurani pribadi, thank you for asking. (Siapaaa juga yee)


Mulai dari yang kecil


Beberapa tabungan yang wajib dimiliki sebelum menabung untuk yang lain adalah dana darurat, dana pensiun, dan dana talangan. Bagi saya ini non-tolerable. Karena semakin awal memulai dana pensiun semakin kecil nominal yang dibutuhkan per bulannya, saya sudah menabung dana ini sejak usia 24 tahun.


Tapii, untuk orang yang susah membayangkan seperti contoh sebelumnya (iyaaa… suami aku… yaaa betul, maksudnya Abang!—karena dia baca blog ini juga—), membayangkan ini sudah pasti sulit.


Pensiun adalah usia yang masih sangat jauh dari usia kami yang saat ini masih produktif. Kalau memang belum terbiasa, jangan memaksakan diri. Yang ada malah di tengah jalan stres karena menabung untuk hal yang belum “menyusup” ke hati, lalu tabungannya diambil, kandas deh.


Mulai dengan menabung untuk hal konsumtif, nggak masalah. Terutama untuk yang sebelumnya terbiasa mencicil. Rasakan dulu membeli barang tanpa harus mencicil. Setelah terbiasa, baru naik kelas ke tabungan dengan tujuan yang lebih jauh.


Sisihkan begitu dapatkan uangnya


Meskipun sudah ada kesadaran perlu menabung, saat dapat gaji, saya begitu seering menunda untuk memasukkan tabungan, karena takut untuk dipakai keperluan mendadak atau yang lainnya.

Padahal seringnya nggak dipakai untuk kebutuhan darurat, malah bablas buat jajan yang lain atau berbagai kebutuhan berlabel “nanggung, tambahin deh….”.


Kalau masih berpikiran begini, berarti keuangannya perlu disusun ulang. Sebelum menabung untuk hal lain, sediakan jatah untuk dana darurat dan/atau dana talangan. Dengan demikian tidak ada lagi alasan menyimpan “uang nganggur” untuk kebutuhan darurat yang ujungnya malah terpakai untuk hal lain.


Begitu dapat uang, sisihkan tabungan lebih dulu, baru sesuaikan di pos-pos keuangan lain seperti makanan, tempat tinggal, tagihan, dan sebagainya.


Gunakan instrumen yang tepat.


Inflasi akan menggerus nilai uang kita seiring waktu, dan inilah yang akan terjadi kalau kita menabung di rekening biasa. Tentu sudah tahu yaa kalau bunga bank itu nggak sampai secuilnya inflasi setiap tahun. Belum lagi biaya administrasi bulanan yang malah mengurangi saldo.

Artikel: Inflasi, Pencuri Uang Kita di Tabungan


Menabung di bawah kasur? Selain rawan digigit tikus, tetap saja nilai uang tidak bertambah maupun berkurang. Nominal boleh bertambah, tapi saat diterjang inflasi, ujungnya tetap gigit jari.


Untuk menabung jangka panjang, sebaiknya memilih instrumen investasi yang sesuai. Bisa menggunakan deposito, emas, reksadana, obligasi negara, atau bahkan saham langsung, tergantung dengan kebutuhan serta kesiapan kita menerima risiko.


Apakah itu berarti jangan menabung di rekening biasa, dan alihkan semua ke instrumen investasi? Oh tentu saja tidak, Ferguso. Dana darurat dan dana talangan tetap memerlukan instrumen yang cair dan mudah dicairkan. Jadi tetap harus menyediakan tabungan di rekening ya.


Agar tidak tercampur dengan operasional, pisahkan tabungan dalam rekening tersendiri. Kalau perlu yang ATM-nya sulit ditemukan atau tidak mengaktifkan layanan e-banking supaya tidak tergoda. Kalau sudah tahan godaan, silakan pakai rekening apa saja.


Satu yang pasti, jangan digabungkan dengan rekening operasional, karena kalau ini terjadi blas pasti akan pusing. Kecuali nih, kalian sudah pro dan bisa mengingat/mencatat dana sekian untuk tabungan sekian.

Plus bisa mengalahkan godaan mental, departemen yang paling susah saat menggabungkan tabungan. Sebagai manusia yang punya tendensi boros, saya nyerah sama yang ini.


Perhatian: Trading saham bukan investasi/menabung saham. Trading itu proses jual-beli dalam waktu singkat  dan terus-menerus. Gatal sekali sebenarnya saya melihat tren trading saham dan aplikasi lainnya akhir-akhir ini, yang diiklankan sebagai “investasi”. Tapi saya curhat soal ini di artikel lain aja, yaa. 😆


Sediakan jatah tabungan foya-foya.


Ini adalah “pelipur lara” saya agar tidak berhenti menabung. Menabung buat kesenangan sah-sah saja. Saya menyisihkan ini agar saya tahu ada “kesenangan” yang bisa saya petik dalam waktu dekat, selain tabungan untuk masa depan yang masih jauh.


Tabungan foya-foya buat saya berarti tabungan untuk parfum, yang jadi hobi saya (meskipun tetap jarang beli yang mahal sih, hahaha). Bisa juga untuk ganti ponsel, yang memang sekadar ingin ganti, bukan karena ponsel saya sudah rusak. Atau liburan yang belum kesampaian karena masih pandemi. Hiks.


Tabungan foya-foya memberikan saya tenaga untuk menabung bagi hal lainnya. Hasil tabungan ini juga, sesuai namanya, bisa untuk saya foya-foya tanpa harus kepikiran kebutuhan yang lain. Coba, nikmat mana yang kamu dustakan? #tsah

Pexels; Karolina Grabowska

Menabung Tidak Harus Menghilangkan Kesempatan Bersenang-senang


Kalau cashflow kita baik dan pos-pos tabungan kita sudah terpenuhi, kenapa nggak ya kan? One bungkus snack pakai micin can’t hurt you. Maap contohnya micin, karena micin adalah salah satu bentuk kenikmatan dunia.


Yang perlu diingat adalah cukup, cukup, cukup. Tidak berlebih dalam menggunakan uang untuk kesenangan yang temporer. Memaksimalkan kinerja uang yang ditabung sesuai dengan tujuan. Perasaan pun akan lebih tenang ketika hendak membelanjakan uang untuk hal-hal tersier.


Dan kembali lagi pada kesiapan kita: apakah sudah siap kalau harus kehilangan “kesenangan” tersebut? Jangan memaksakan diri kalau ada orang yang bisa hidup tanpa jajan kopi, misalnya.

(Ini karena “ditch your Starbucks coffee” adalah saran yang lumayan lazim di saran mengenai finansial—yang menurut saya, kurang relevan. Sebelum meniadakan pembelian kecil, evaluasi terlebih dahulu kemampuan finansial kita dan hutang yang ada.)


Bagi saya, dana darurat, dana talangan, dan dana pensiun wajib hukumnya sebelum bisa menabung untuk yang lain-lain. Bagi yang sudah menikah dan/atau punya anak, bisa meneruskan dengan tabungan rumah (kalau belum punya rumah sendiri), tabungan persiapan melahirkan, tabungan pendidikan, dan seterusnya.


Ngomong-ngomong soal dana darurat, kemarin Mbak Eno cerita mas driver-nya berhasil mengumpulkan dana darurat. Huhuhu membacanya bikin saya semangat untuk mencapai dana darurat yang masih on progress.


Sisihkan pembiayaan untuk jajan kopi, if you can’t live without coffee; sisihkan tabungan untuk traveling, kalau memang itu adalah kecintaan utama seperti Mbak Justin dan Mas Gepeng. Semua orang punya cara masing-masing untuk membahagiakan diri serta mencapai tujuan.


Dan kalau memang merasa perlu untuk menabung, namun sulit untuk melakukannya, mungkin bisa mulai dari hal-hal di atas.


Atau, teman-teman ada yang punya cara lain yang barangkali bisa ditularkan buat saya? 😄


Salam
Mega

Komentar

  1. Yuhuuu dapet salam dari sesama si boros yang masih suka memberikan self-reward dengan alasan apa pun 🤣

    Salah satu resolusi 30 before 30 aku adalah untuk menabung. Telat banget yee. Selama ini aku nabungnya nggak konsisten, alhasil pengeluaran masih gampang boncos huhu. Makanya begitu coba reksa dana, kok kayaknya cocok banget buat kebutuhan dan karakterku dalam keuangan. Yukslah mari kita semangat menabung untuk masa depan yang lebih baik hihi

    Tengkyuuu Mba Megaa insight-nya 😚

    BalasHapus
    Balasan
    1. tidak ada kata terlambat untuk memulai, itu kata Kim Kardashian mbak. Jadi jangan mau kalah sama mbak Kim 😤

      Saya pun bisa dibilang belajar menabung karena kepepet. Memang kepepet itu mengubah segalanya ya wakkakaka... Yang belum berubah emang bagian self reward, makanya untuk menyiasatinya, self-rewardnya diatur aja 😅

      Semoga rejeki Mbak dan keluarga lancar, berikut dengan rencana menabungnya, yaah

      Hapus
  2. Terima kasih kak tips menabungnya

    BalasHapus
  3. Micin is dabest ya, Kak 🤣. 1 bungkus Maicih yang hadap depan, boleh lah sesekali sebagai self rewards 🤣.

    Kalau ingin menabung, menurutku pembelanjaan secara impulsif harus ditekan banget. Benar-benar ketika ingin belanja atau checkout sesuatu harus dipikirkan baik-baik apakah itu wants atau needs. Aku dulu impulsif banget sih, apalagi saat awal-awal punya gaji, Kak 😂. Terus setelah banyak baca sana sini jadi lebih bisa mikir, tapi jatuhnya jadi lebih sering pergolakan batin karena hati sebenarnya pengin tapi otak bilang "kamu tidak butuh itu" 🤦🏻‍♀️

    Nabung harus ada tujuannya. Aku setuju dengan hal ini karena ketika kita ada goals, biasanya akan jadi lebih semangat menabung 🤭.

    BalasHapus
    Balasan
    1. nah ituuu bethul. satu micin wont kill you 🤣

      Setuju banget. pas awal-awal punya gaji tuh keknya excited ya berasa wow punya uang sendiri... sampai akhirnya bingung karena si gaji kok ngga jadi apa-apa...

      buat neken belanja impulsif, masukin barang ke keranjang belanja tanpa checkout buatku cukup membantu sih Li. Kan aku sering gampang tergoda nih (termasuk kalo Lia lagi ngasih racun di blog), nah langsung cari barangnya, tapi gak langsung checkout. biasanya abis itu bakal lupa, atau nggak memberikan waktu lebih lama untuk mereview penting-tidaknya 😆

      Hapus
  4. Aku tipe yang ga boros, sih... kalau dulu bukan karena emang rajin menabung, tapi karena duit buat ditabungnya yang ga ada :)))

    Setelah kerja, jadi ada lebihan dikit. Tapi, emang yang paling pertama dari menabung itu harus punya goal. Jadi, dulu tu kalau udah terkumpul sedikit, biasanya langsung pengen dipake. Emang sih, dipakenya buat les apa gitu, sama beli buku. Tapi ya gawat juga karena dulu itu sama sekali ga punya dana darurat.

    Sekarang, seiring dengan berkembangnya informasi mengenai financial planning, aku jadi lebih ngeh tentang tahapan-tahapan menabung. Malah bisa dibilang kebahagiaan melihat tabungan/investasi bertambah itu jadi self-reward buatku XD

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya betulll... pas ga ada tujuan, kayak suka bingung sendiri sama tabungan yang ada di rekening. bawaannya jadi pengen pake karena berasa sudah banyak. padahal kalau dikasih tujuannya, wahhh masih jauh itu tujuan, belum tercapaiii 😆

      asyik banget ya kalau menabung udah jadi salah satu bentuk self-reward. semoga tabungan dan rejeki kita lancar-lancar tahun ini!

      Hapus
  5. Akhirnya bisa maen kesiniii lagi...

    tema soal finansial planning selalu membuatku tertarik karena emang agak problem untukku (intermezzo--see, ketika satu orang ada problem, si orang ini akan cari solusi dan bahkan mau beli solusinya kalo beneran bs jd pemecah masalah)

    Karena spending bulanan tetapku itu hampir pas banget dengan gajiku, jadinya emang agak susah untuk bisa saving, dan pilihan satu-satunya adalah menambah pendapatan dari hal lain selain gaji bulanan. heumm... PR... PR... PR...

    btw, tujuanku menabung adalah untuk..... saving aja! bisa kyk semacam uang darurat kalo ada apa-apa, tiba-tiba uang habis padahal blm abis bulan.

    Menyoal Dana darurat, dana talangan, dan dana pensiun itu samakah level prioritasnya? kalo harus memilih salah satu dulu, apa dulu kira-kira yang paling penting?

    Teh neng Mega, aku pengen bisa beli rumah tapi tanpa nyicil. tapi pendapatanku UMR Bandung banget. agak susah terealisasi yaa.. lama, hehehe...

    emangg ya, satu-satunya jalan adalah menambah pendapatan. semangat!

    Teh Neng Mega, hatur nuhuuun tulisannya, penting banget ini.

    can't wait to read your next post.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Eh, meni pas pisan, karena sekarang saya lagi ngedraft artikel soal dana talangan dana darurat ini. Saya kasih spoiler aja dulu: menurut saya, urutan pertama di dana talangan, terus dana darurat, baru dana pensiun. nah, semua bener-bener harus dipisah, supaya bisa lebih terperinci dan termotivasi dari diri sendiri buat ngumpulinnya. he he he...

      sama kang, saya juga pengen beli rumah tapi gak nyicil. buat penduduk bandung seumur kita pasti berasa bangeeet yah susahnya, apalagi nyari duit di bandung juga.. karena itu paling baik emang punya banyak alternative income stream, yang mana sedang kita sama2 usahakan. semoga lancar ya dalam mencari rejeki..... semangat semangat! InsyaAllah nanti akan ada bahasan lebih detail tentang ini 😚 hatur nuhun udah mampir yah, Kang Ady, senang bisa bermanfaat isi postnyaa...



      Hapus
  6. hehehehe kita samaan. kadang suka ngeremehin soal beli beli barang, "halah cuman sebatang coklat, ehh minggu depannya beli lagi, ehh besoknya beli lagi" dosaaaa melanggar niat sendiri
    aku sering banget kepikiran kayak gitu mbak, misal nih, aku minggu ini udah sering jajan beli snack ini itu, baik di jam jam kantor atau pulang kantor, udah merasa kalau pengeluaran udah melebihi target mingguan aku, pasti ada rasa nyeselnya

    nggak tau kenapa, kadang minggu depannya tergoda lagi, apalagi kalau ada ajakan keluar dari sohib, susah juga nolaknya.
    kadang kalau udah kebangetan borosnya, harus bisa nahan diri pokoknya, ga usah beli yang aneh aneh dan kalau perlu cari cara buat tambahan penghasilan mbak

    awal awal kerja, dulu rajin nabung, ehh diambil juga pelan pelan hahaha
    dari SD udah sok rajin nabung di kaleng minuman mbak, pakai uang recehan sampe full, seneng liatnya, kalau udah penuh terus dipecahin hahahaha
    sekarang kudu rajin simpen duit meskipun dikit dikit, malah sampe buka beberapa rekening, tetep aja nggak terkontrol. akhirnya "nabung" aja di Bibit mbak, biar nggak tergoda diambil, kecuali untuk dadakan darurat juga baru diambil

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaa mbak. Godaan temen tuh susah banget ditolaknya. Makanya sebenernya kerja shift shift pembatasan kayak sekarang lumayan menyelamatkan pengeluaran karena lebih sedikit godaaannya. Meski tetep digantikan godaan buat ngegofud, hahahaha...

      Sekarang saya juga pakai bibit. Emang berguna banget ya untuk menjaga impulse buying. Soalnya beda dengan celengan yang gampang dibongkar, yang ini bikin males ngambil karena lihat uangnya bisa berkembang ya, mbak :D

      Hapus
  7. Kata Mama, saya orangnya gampang nabung. Tapi satu yang saya sadari, saya juga lumayan boros. Jadi problemnya adalah bagaimana mengatasi sikap boros itu.

    Saya juha sering melakukan pertanyaan "what i need, what i want" itu. Kadang-kadang, saya melakukan sistem semacam cheating day. Tidak sehat memang. Tapi inj proses dari saya mengatasi sikap boros ini.

    Sembari nabung, sembari belajar nabung ke tempat lain macam reksadana. Sering nonton video tentang ini biar setidaknya ngga langsung ikut-ikutan dan akhirnya bablas. Kesalahan terbesar orang adalah ingin kaya dengan berinvestasi. Boljug sih. Tapi mindsetnya seakan-akan menggampangkan dan jatohnya malah nyentuh area trading atau invest saham pake utang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah Rahul sama banget nih kayak saya. Suka justifikasi ngasih cheating day tapi jadinya malah terus terusan 😂😂😂 sekarang sudah bisa mengatasi hal itu kah? Kalau sekarang saya sudah lebih mendingan sih, tapi saya punya problem lain: kalau nggak punya duit malah cenderung lebih boros 🤣🤣😫

      Betul, saya concern sekali sama problem orang yang berhutang demi invest dan trading. Padahal hukum utama finansial yang sehat adalah mengutamakan utang dulu. Semoga meningkatnya minat trading dan investasi ini seiring dengan penyadaran akan kesehatan finansial juga, deh.

      Hapus
  8. Topik yang menarik untuk dibaca mba 😍

    Saya pun masih terus belajar soal tabung menabung dan persiapkan dana this and that untuk masa depan. To be honest, dulunya saya sama kayak mba Mega, agak boros orangnya hahahaha. Hobi belanja perintilan tapi semakin ke sini, untungnya sudah semakin sadar mana yang benar-benar saya butuhkan 🙈

    Oh dan saya pun masih tetap kasih self reward untuk diri saya, tapi kalau dulu self rewardnya kecil-kecil, sekarang saya prefer uangnya saya tabung dulu di account khusus self reward agar nanti setelah terkumpul bisa dapat yang besar-besar 😂 Kayak liburan atau beli barang branded, endeblabla. Rasanya seru saat account self reward bertambah terus, jadi semakin dekat pada goals yang saya inginkan 🙈

    All in all, semoga kita semua bisa punya keuangan yang aman yaaa, mba Mega 😍💕

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku pernah ngalamin yg sama, duluuuuu :D. Susah banget nabung pas blm nikah. Gaji gede, tapi ga pernah ada sisa. Semua abis utk foya2 Ama temen kantor -_-

      Aku mulai tobat, fokus Ama tabungan pas udh nikah mba. Krn kita mikirnya ga mungkin begini trus.

      Jd di awal aku lgs ngumpulin emergency cash, dan syukurnya udah terkumpul skr. Trus baru asuransi jiwa dan penyakit krtis utk aku dan suami, ini juga udh done dan msh on going trus preminya.

      Skr aku fokus Ama saving buat masa pensiun. Aku pilih nabung di Emas batangan, saham dan P2P lending.

      Caraku sih msh simple, pokoknya pas Nerima uang, ya lgs saat itu juga beli emas batangan sesuai target per bulan, trus masukin ke RDN saham sambil milih mau invest di saham apa, baru sebagian ke P2P. Sisa duitnya, itu yg aku pake utk Hura Hura :p.

      Sengaja sih pilih emas batangn atopun digital, juga saham dan P2P , Krn itu cendrung bikin males utk ditarik :p. Aku ga terlalu suka nabung dlm bntuk uang, Krn inflasi dan bunganya terlalu kecil. Godaan utk ditarik jg gede. Even emergency cash ku dalam bentuk emas batangan dan digital juga mba. Menurutku msh sangat gampang utk dicairkan sih.

      Udah bertahun2 aku pakai cara ini, dan sepertinya memang ini yg paling pas buatku :)

      Hapus
    2. @mbak Eno

      Iya, mbaaa... Aku juga sekarang mencoba mengalihkan keinginan beli printilan itu ke akun khusus self reward. Lucunya, ketika uang sudah terkumpul di sana malah jadi sayang buat makai. Ujungnya malah dipakai untuk sesuatu ketika ada kebutuhan. Ya sudah. Jadinya tetap bermanfaat juga sih... 😂😂

      Hapus
    3. @mbak Fanny

      Mbak Fanny, pengen deh denger sharingnya soal P2P. Soalnya bagian itu yang sekarang lagi ingin aku eksplor tapi belum paham. Sekarang aku masih fokus di Reksadana aja sih, dan tabungan emas untuk cadangan. Untuk tabungan digital sama, murni untuk emergency cash karena masih memungkinkan.

      Nah p2p ini jadi sasaran untuk diversifikasi karena saya ga minat saham langsung. Tapi mungkin masih lama, karena asuransi pun belum tercover selain yang standar 😁 gapapa, buat belajar....

      Hapus
  9. Saya kayaknya paling parah nih kalau mengenai financial hahaha.
    Udahlah nggak pinter cari uang, nggak pinter nyimpan uang pula wakakakaka.

    Dari dulu tuh saya sulit nabung, karena niatnya kurang kuat kali ya.
    Dulu kerja, habis buat biaya hidup (dan gaya hidup juga sih, meski nggak separah selebgram *eh)
    Setelah menikah dan punya anak. lebih-lebih lagi :D

    Teman saya pernah ngajarin, dia milih pecahan uang buat nabung.
    Misal 20ribuan.
    Jadi, kapanpun dia liat ada pecahan 20rb di tangannya, langsung masuk celengan.

    Dulu waktu kerja saya pernah ikutan, dan Alhamdulillah terkumpul.
    Setelah banyak? eh ladalaahhh pas juga lagi ada kebutuhan mendesak, nggak jadi deh mau beliin hal yang direncanakan :D

    Saya kadang berpikir, apa memang rezeki saya segitu ya, jadi mau nabung kek gimana, pasti aakn nunggu lubang buat ditutup hahaha.
    Atau yang paling masuk akal. keknya saya masih kurang sedekah nih :D

    Malah curhaaattt hahahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. sampai sekarang saya juga masih jebol kumpul jebol kumpul, mbak rey. Tapi memang, kekuatan nabung sudah jauh lebih besar dibanding dulu. Hahahaha... sekarang malah bawaannya parnoan kalau nggak nabung. Selalu gatal untuk nabung duluan, meskipun jajan juga nggak kalah.

      memang, yang paling terakhir itu suka kelewatan (saya juga). Tapi sedekah kan juga nggak harus berbentuk uang, mbak rey. Sama kayak rejeki. siapa tahu, rezeki kita mengalir lebih banyak dalam hal yang nggak berbentuk uang, amiin ;D

      tapi karena segalanya memang butuh uang, semoga rezeki kita semua dilancarkan ya!

      Hapus

Posting Komentar