by yours truly. image sources: unsplash |
Kembali lagi sama Mega, yang memang punya love-hate relationship dengan memasak dan dapur! (drum rolls)
Di beberapa bulan akhir tahun kemarin, dapur nyaris tidak tersentuh dan saya lebih sering takeaway. Terutama saat badai kerjaan akhir tahun menyerang.
Suami nggak protes, memang. Dia makan apa saja termasuk kalau saya order Gofood tiga hari berturut-turut. Tetapi saya tahu setiap kali saya masak, dia bahagia banget. Jadi saya pengen memenuhi itu, dong.
Seringkali saya tidak sempat berbelanja. Kondisi yang tidak sebebas dulu, membuat waktu belanja jadi lebih terbatas. Saya juga seringkali bingung mau memasak apa.
Banyak yang menulis bahwa supaya tidak bingung mau masak apa, sebaiknya merencanakan sejak seminggu sebelumnya. Saya termasuk—karena memang, hal itu ada manfaatnya.
Namun tidak semua orang niat untuk merencanakan masakannya setiap minggu. Ditambah kesibukan yang tidak bisa ditebak, saya jadi malas berencana jauh-jauh.
Suami bisa tiba-tiba ke luar kota dan kadang sayuran jadi tidak termakan karena beli kebanyakan. Saat saya sendirian, makanan saya lebih sederhana.
Tapi ketika ingin masak, jadinya malah tidak ada apa-apa.
Baca juga: 7 Jurus Memasak Orang (Sok) Sibuk Bersama Yummy App
Karena itu, rasanya lebih mudah mengecek ponsel dan layanan pesan antar. Terlebih karena nggak ada anak kecil di dalam keluarga kami, alias masih ganda campuran. Sah-sah aja kalau order makanan.
But it hurts, man (and woman).
It hurts… my dompet.
Ugh. Saya disadarkan ketika melihat kaleidoskop aplikasi ojek online saya. Langsung istighfar gara-gara, astaghfirullah, sering amat saya pesan takeaway. Uang itu padahal bisa dibelikan ganti sandal yang sudah ketarik, atau malah tabungan buat nambah-nambahin kepengenan beli laptop.
Berangkat dari fakta itu, maka saya meninjau kembali kebiasaan dapur saya:
Apa sih yang bikin saya suka malas masak?
Nggak ada waktu buat beli bahan.
Nggak ada bahan buat bikin apa-apa.
Malas merencanakan, jadi merasa tidak ada bahan.
Nggak ada niat!
Masih jauh jalanku untuk menjadi istri teladan yang bisa memasak gemes dengan foto-foto cakep di IG ala-ala hahahaha. Yang penting bisa survive dengan makanan yang ada, bok.
Niat Memasak itu bisa Dikondisikan
Menurut buku Atomic Habits-nya James Clear (baru tamat baca ini, jadi mari kita hubung-hubungkan), kebiasaan itu bisa dibangun dengan mengkondisikan lingkungan kita. Buat agar hal-hal yang membentuk kebiasaan tersebut mudah dicapai, sehingga kita tidak merasa repot untuk memulai.
Berangkat dari statement itu, maka masalah saya adalah suka merasa kurang bahan.
Padahal:
- Memasak itu lebih murah, kalau memilih bahan yang tepat. Masak sendiri tapi bahannya saikoro steak jelas jauh lebih mahal daripada beli seporsi nasi padang.
- Memasak membuat kita nggak pusing-pusing mau makan apa, makan di mana, karena kalau beli terkadang kita lebih mementingkan kepengenan daripada kebutuhan (makan).
- Memasak untuk sehari-hari toh sebenarnya tidak perlu ideal. Tidak perlu bahan segar dari pasar setiap hari atau menggerus bawang merah setengah kilo demi bumbu rendang. Baik makan rendang maupun makan telur dadar, keduanya sama-sama baik kalau dibuat sendiri.
Nah, sekarang saya selalu memastikan stok dapur saya lengkap dengan bahan-bahan dasar, supaya meskipun saya tidak punya bahan segar, saya bisa makan di rumah.
Poin utamanya adalah lebih sering makan di rumah dengan bahan-bahan yang ada di kulkas. It doesn’t have to be fancy!
Sekarang saya selalu memastikan dapur saya lengkap dengan bahan-bahan di bawah; kalaupun tidak lengkap, selalu ada yang bisa dibuat dari situ, meskipun hanya makanan sederhana.
Berkat itu, dapur saya sungguh tertolong. Beberapa buktinya bisa dilihat di post yang lalu, meskipun yaaa, ada hidangan yang outlandish atau random.
Baca juga: Dari Sekitar Rumah Kami
Maddi Bazzocco; Unsplash |
Bahan-Bahan yang Wajib Ada Untuk Mengisi Dapur Tanpa Rencana
Ketika saya bilang pekerja penuh waktu, sebenarnya ini lumayan spesifik: Untuk yang bekerja di luar rumah, tidak punya anak, dan memang mengerjakan semuanya sendiri. Alias saya dan/atau orang-orang yang seperti saya. He he he.
Kalau bekerjanya di bidang kuliner, bisa jadi tidak perlu memasak khusus karena sudah jadi bagian dari keseharian. Kalau tinggal dengan mertua atau orangtua, bisa jadi pemegang kuasa rencana masak bukan kita, jadi strateginya bisa beda lagi.
Disclaimer:
- Agar bahan termanfaatkan dengan baik, meskipun tanpa rencana, setidaknya memang memiliki masakan yang sudah dikuasai tanpa harus melihat resep. Jangan terjun tanpa amunisi.
- Kalau sering keluar dan tidak sempat memasak sama sekali/terlalu capek, lebih baik cari alternatif masakan jadi yang murah.
- Dibuat berdasarkan pengalaman rumah tangga dengan dua orang yang bekerja. Untuk rumah tangga dengan anak-anak atau tinggal sendiri, akan perlu penyesuaian.
- Jangan diisi semua karena pasti tidak habis/malah tidak termakan. Sesuaikan dengan keperluan.
- Sesuaikan dengan anggaran juga, ya.
Karbohidrat alternatif
Bagi kebanyakan orang Indonesia yang makan sehari-harinya adalah nasi, sudah tentu paham repotnya membersihkan panci atau kukusan dengan banyak nasi yang menempel; termasuk di panci rice cooker.
Memasak nasi juga butuh waktu cukup lama. Kalau waktu sedang mepet, tidak ada salahnya menyimpan karbohidrat pengganti.
Roti dan sereal memang biasa dijadikan pengganti sarapan. Sementara pasta sama versatile-nya dengan nasi, bisa dijadikan apa saja. Saya selalu menyetok pasta untuk malam-malam di mana saya terlalu capek untuk menunggu nasi matang.
Kentang jarang dipakai untuk makanan pokok, namun sah-sah saja untuk dijadikan stok karena sesama karbohidrat dan bisa disimpan lama.
Kalau tidak suka pasta, mie juga bisa dijadikan pilihan. (Bukan mie instan ya, tapi sah-sah aja kok nyimpan satu-dua buah mi instan kalau lagi craving).
Nah, menyetok tepung terigu juga oke, karena tepung terigu bisa dijadikan pancake atau bakwan. Bikin kenyang juga kan?
- Pasta
- Mie
- Roti
- Sereal
- Kentang
- Tepung Terigu
Stok Protein dan Dairy
Sejak kecil terbiasa menyetok telur di rumah dan saya jadi suka banget sama telur. Telur juga sangat mudah dikreasikan. Mulai dari diceplok, didadar, diorak-arik, dijadikan campuran sup, dibumbu pedas atau bumbu kecap.
Dari satu bahan bisa jadi banyak, dan awet disimpan lama.
Sementara susu dan keju sifatnya pelengkap. Untuk saya yang suka bikin masakan western, ketika ada uang lebih, ya saya sisakan untuk beli mereka. Selain itu, susu juga selalu terpakai untuk sereal. Kadang juga ada butter, tergantung situasi.
Saya juga menyetok dada ayam dan ikan di freezer kalau sempat ke supermarket. Kedua bahan ini bisa disimpan lama selama lemari es saya nggak rusak, he he.
At least, meskipun saya nggak berencana apa-apa, saya nggak perlu mikir banyak kalau ada stok protein untuk dimasak.
Untuk protein nabati ini agak tricky, karena ketahanannya tidak sebagus protein hewani. Tapi tahu dan tempe bisa tahan lama kalau disimpan dengan cara yang benar. Pakainya ketika awal-awal beli sehingga cepat habis ketika masih bagus.
- Tahu & Tempe
- Telur
- Dada ayam
- Daging/Ikan pilihan
- Susu
- Berbagai jenis keju, bila suka (cheddar, parmesan, mozarella)
- Butter, kalau perlu
Makanan beku atau kalengan itu tidak dosa
Nenek saya selalu bilang makanan beku itu nggak sehat. Ibu mertua saya adalah ibu yang sungguh top notch soal masak memasak dan selalu membuat semua dari bahan segar.
Sementara Ibu saya almarhum adalah wanita pekerja super sibuk yang selalu menyetok makanan beku atau kalengan.
Memang tidak se-sehat makanan segar, tapi daripada kita makan takeout dan fastfood di luar, kayaknya itu lebih mendingan untuk dompet meskipun sedikit.
Jadi saya menghalalkan kehadiran makanan beku di kulkas. Sayuran beku, terutama, bisa menolong ketika stok sayur sudah habis dan kita belum sempat belanja.
- Sayuran beku
- Chicken/Fish nugget
- Sosis
- Sarden/Mackerel
- Kornet, luncheon, dan lain-lain
Variasi bumbu dan condiments
Yang menentukan bahan-bahan itu akan jadi masakan seperti apa, ya bumbu. Selain bumbu dasar yang wajib ada seperti garam, merica, dan gula, kita juga harus menyimpan bumbu dasar lainnya.
Nah, sekarang, termasuk “jurusan” bumbu manakah kamu?
Sebelum menikah, rumah keluarga saya terbiasa menyetok bawang merah, bawang putih, bawang bombay, jahe, dan saus tiram. Ngo hiong dan kecap ikan pun punya.
Terlihat ya, jurusannya masakan Cina, hahaha. Jarang sekali menyimpan cabai karena jarang yang suka (dan bisa) makan pedas.
Tahunya saya dapat orang Sumatera 😆. Setelah menikah dan bertemu dengan suami yang cabe-cabean (terbaca salah ya), saya selalu menyetok bawang merah banyak dan cabai keriting maupun cabai rawit, buat bahan sambal.
Saya juga menyimpan kemiri, ketumbar, serta kencur, kalau-kalau kangen nasi goreng kampung.
Bumbu barat yang saya simpan adalah Italian herb mix, oregano, parsley, thyme, dan rosemary. Lumayan buat nemenin pasta. Selain itu kadang saya juga suka random beli bumbu yang lagi bikin penasaran aja, semacam bumbu kari Jepang atau India.
Kalaupun lebih suka pakai bumbu siap pakai, tetap sediakan bumbu dasar di dapur, ya. Karena bumbu instan biasanya suka kurang nendang, gitu. Tambahan bumbu segar bisa membuat rasanya lebih menonjol.
Bumbu Dasar:
- Gula
- Garam
- Merica
Bumbu Khas Indonesia:
- Kecap dan Sambal botol
- Bawang merah, bawang putih
- Cabai rawit, cabai keriting
- Jeruk nipis (untuk melumuri ikan, daging, dan seafood)
- Rempah-rempah pilihan (Ketumbar, kemiri, jahe, lengkuas, kunyit, kencur, daun salam, daun jeruk, sereh, dan lain-lain)
- Bawang Bombay
- Ngo Hiong (five spices powder), bunga lawang, kayu manis
- Saus tiram
- Kecap Ikan/Kecap Asin/Kecap Jepang
- Saus Teriyaki (siap pakai)
- Mayones Jepang
- Bumbu kari, miso, dan lain-lain
- Barat
- Bawang Bombay
- Mayones, thousand island/salad dressing
- Lada hitam
- Oregano, parsley, thyme, rosemary, basil, bay leaf
- Bell pepper (paprika)
- Lemon
Pastikan Agar Bahan-Bahan Utama Selalu Ada
Setelah didaftar-daftar, ternyata banyak juga ya “bahan wajib ada” ini, terlebih di departemen dapur. Nggak bohong, saya juga pernah lupa menyetok, bahkan bahan-bahan dasar yang kelupaan juga seperti garam dan gula, huahahaha.
Lalu, ada juga beli kebanyakan bumbu, ujungnya malah tidak terpakai.
Jadi memang, soal bumbu ini, tidak harus semuanya ada - karena cara memasak serta makanan khas di setiap rumah beda-beda. Disesuaikan saja dengan keperluan.
Setiap kali memasak, sambil mengecek juga apa yang habis, sehingga ketika ke supermarket lagi, bisa menambahkan apa yang harus dibeli ke dalam list belanjaan.
Untuk mengatur list belanja, sekarang saya menggunakan Notion. Bagi yang pakai Notion juga, saya menyediakan versi checklist digital di sini, tapi kalau nggak suka, tulisannya bisa di copy-paste ke aplikasi kesukaan masing-masing.
Kalau lebih suka yang tradisional, silakan mencorat-coret buku catatan masing-masing :D
Saya masih suka kehabisan bahan di tengah jalan, atau malas menyetok karena nanggung, yang habis belum banyak. Tapi sejauh ini aman deh, selalu ada bahan untuk dimasak - sekaligus meningkatkan kreativitas (atau ujicoba dapur yang cuma bisa dimakan sendiri hahahah there’s no in between).
Karena kami nggak punya anak dan keduanya bekerja, metode ini cocok untuk saya terapkan. Siapa tahu bermanfaat juga bagi teman-teman, jadi saya share di sini.
Kalau sudah punya anak, tentu bentuk belanjaan dan kebutuhan akan berbeda sekali, tapi seharusnya sih bahan-bahan dasar akan tetap dibutuhkan. Maka daftar ini akan tetap terpakai.
Kalau soal masakan apa yang dibuat dari berbagai bahan di atas, bisa sangat bermacam-macam tentunya. Tapi mari kita sudahi sharing dan curhatnya di sini, lanjut lain kali 😌
Ngomong-ngomong soal ngebentuk kebiasaan, saya pernah baca jurnal kalo melakukan sesuatu selama 21 hari itu akan membentuk kebiasaan. Sama halnya dengan memasak, mungkin kak Mega hanga perlu rutin masak selama 21 hari itu. Masaknya yang ringan-ringan saja, kayak telur, sayur, dan nasi. Terdengar ringan yah? Saya juga cuma bisa masak telur, jadi takutnya ngga valid. Ha ha ha.
BalasHapusPoinnya memang di situ, menyesuaikan dengan kondisi. Kalo sudah ada anak tentu kebutuhannya akan berbeda dengan yang masih ganda campuran yah. Terutama soal fleksibelitasnya itu. Mama saya cenderung sering memasak, mungkin karena orang di rumah cukup banyak untuk bisa setiap hari order makanan. Jadi lebih hemat kalo buat sendiri
Nah, justru saya pernah baca lagi, 21 hari itu bikin kebiasaan tapi belum tentu nempel. kalau nempel tentu harus lebih lama lagi. Tapi jujur, kalau masak 21 hari berturut-turut itu saya beneran belum bisa hiks :') telur goreng itungannya bukan masakan soalnya, kalo itu diitung kayaknya saya bakal makan telur ceplok terus, kebetulan suka sama terus 🤣
Hapussetujuu. kadang, makan berdua itu lebih murah beli daripada bikin sendiri lho. jadi jangan kalap pengen masak kalau udah berdua, hitung-hitung dulu kalau mau penghematan. kecuali kalau memang mau foya-foya dengan cara masak sendiri ;)
Eh bener banget. Masak sendiri itu belum tentu murah. Mendadak teringat sisa saikoro beef yang masih ada di dalam kulkas 😆 kalau dibilang lebih sehat aku baru setuju. Karena takaran bahan dan bumbu semua kita bisa atur sendiri kann. Tapi yaa murah dan mahal balik lagi ke budget masing-masing rumah tangga ya, bund hihi Belanja di supermarket pun harus lihat dulu di supermarket apa. Harga di Superindo jelas berbeza dengan di Ranch Market bukannn 😆
BalasHapusKalau akutu masalahnya di mana yaa... kayak lebih ke bosen aja sih, Mbaa, masaknya itu-itu lagi. Padahal suami juga nggak pernah protes sih, cuma aku yang masak yang merasa bosan 😂 jadi sekarang ya aku tim eat thru your fridge aja lah, adanya apa ya masaknya apa. Telor mata sapi dimasak saus tiram pedas juga enak ternyata wkwkwk
Semoga dapurmu terus mengebul yaa, bund! Selamat memasak! XD
aku jujurnya memang ga suka memasak, lbh suka mencicipi makanan hahahah. suami malah sampe bilang, "mi, jgn paksain diri untuk masak. kan udah ada mba asisten, biarkan aja dia yg masak"
BalasHapussebenernya itu kata lain dari, Mi masakanmu ga enak. udh biar aja si uwi yg masak untuk kita semua... wkwkwkwkwkwk
So far aku prnh beberapa kali coba belajar dan memang niat ga kuat, plus tanganku juga ga beratngan dingin utk urusan masak, jd aku udh putusin, masak memang bukan sesuatu yg aku bisa dan suka. udah paling benar nyerahin itu ke ahlinya aja, si mbak di rumah :D
tapi aku slalu pastiin kok, kalo bumbu2 dasar yg mba tulis di atas, selalu ada di stok dapur. trutama bahan2 pasta dan steak.. krn suami suka makanan2 italia dan steak.. makanya itu termasuk yg hrs ada di stok..
aku setuju ama kaka Rahul
BalasHapuskebiasaan akan menjadi biasa kalau cukup sering atau rutin dilakukan
kalau dengerin atau baca cerita dunia perdapuran, aku pengennn gitu bisa kayak FArah Quinn yang lihai di dapur, ngupas ini itu jago bener, sigap, cepet masaknya terus perabotan dapurnya apik, bawaannya kok semangat aja mau masak.Ini masih sebatas bayangan
tapi mungkin bisa beda lagi kalau seandainya aku punya dapur bagus, bahan dapur yang lengkap, etapi malah mager
kemauan diri sendiri yang ga jelas hahaha
aku cukup sering buka pinterest atau desain rumah, dan kalau liat desain dapur rumah orang, ihh nih cakep banget, pengen bisa masak di dapur kayak gitu.Halu terus isinya hahaha
sekarang aku termasuk "nggak pernah" masak untuk masakan yang "berat", palingan cuman mie instan :D
kalau aku ikut di dapur, tambah ribet kata ibuku mbak
Kalau aku suka banget masak, Mbak Meg. Suka coba resep-resep baru juga. Tapi males banget belanja. Jadi belanja bahan masakan cuma sekitar seminggu sekali doang 🙈. Kalau bahan masakannya udah abis duluan sebelum seminggu, atau pas lagi males masak, baru deh dine in di luar. 😉
BalasHapusBahan-bahan masakan yang aku stok di rumah kurang lebih juga sama seperti Mbak Mega. Kecuali di bagian bahan masakan untuk makanan western. Soalnya suami lidahnya Jawa banget. Jadi kalaupun stok daging, hasilnya gak bakal jadi steak, melainkan kalau gak soto ya rawon 😅. Sedangkan masakan chinese aku masih beberapa kali masak, karena itu makanan favorit aku.😍